:strip_icc()/kly-media-production/medias/1733669/original/088295900_1507533229-Gajah_di_tanah_lapang_Way_Kambas.jpg)
Sebelas individu gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) dilaporkan mati di kawasan Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Lampung Timur, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, terhitung sejak 2020 hingga Agustus 2025. Data dari Balai TNWK menunjukkan bahwa dari jumlah tersebut, tujuh ekor merupakan gajah jinak, sementara empat ekor lainnya adalah gajah liar.
Kematian gajah jinak sebagian besar disebabkan oleh faktor usia lanjut dan komplikasi kesehatan kronis. Proses nekropsi atau bedah bangkai telah dilakukan oleh tim medis dan dokter hewan untuk setiap kasus guna mengetahui penyebab pasti kematian. Sebagai contoh, gajah jinak Dona yang berusia sekitar 45 tahun, mati pada 16 November 2025 di Camp Elephant Response Unit (ERU) Bungur setelah mengalami infeksi parasit. Dona, yang berperan dalam patroli hutan untuk mitigasi konflik manusia dan satwa, menunjukkan kadar eosinofil tinggi pada sampel darahnya yang mengindikasikan infeksi parasit. Kondisinya memburuk dengan penurunan nafsu makan drastis sebelum akhirnya tidak mampu berdiri dan mati.
Gajah jinak lainnya, Suli, juga dilaporkan mati karena sirosis hati multifokal kronis yang parah akibat cacing hati dan radang kandung kemih karena adanya infeksi bakteri. Kematian Suli dan Dona dalam waktu berdekatan menjadi kabar duka bagi dunia konservasi.
Sementara itu, empat gajah liar yang mati dilaporkan dengan penyebab bervariasi, mulai dari luka jerat, dugaan keracunan, hingga insiden alamiah. Setiap kejadian kematian gajah liar segera ditindaklanjuti dengan investigasi oleh tim lapangan. Humas Balai TNWK, Nandri Yulianto, menyatakan bahwa angka kematian ini menjadi perhatian serius dan mendorong penguatan perlindungan habitat serta penegakan hukum terhadap praktik perburuan dan pemasangan jerat ilegal. Ancaman jerat, perburuan, konflik dengan manusia, racun, dan pagar listrik memang menjadi penyebab langsung kematian gajah Sumatera.
Balai TNWK sendiri hingga Agustus 2025 merawat sebanyak 61 ekor gajah jinak yang penting dalam pengamanan kawasan dan edukasi konservasi. Populasi gajah liar di TNWK diperkirakan juga terus berkurang, dengan estimasi menyusut dari 247 ekor pada 2010 menjadi 160-180 ekor pada 2024. Meskipun ada kasus kematian, upaya konservasi juga mencatat kelahiran enam gajah di TNWK selama periode yang sama, tiga di Pusat Latihan Gajah (PLG) dan tiga lainnya di Elephant Response Unit (ERU). Upaya konservasi terus dilakukan di tengah berbagai tantangan seperti perburuan liar, kebakaran hutan, konflik manusia-gajah, fragmentasi habitat, dan dampak perubahan iklim.