
Pemerintah Republik Demokratik Kongo telah menegaskan dukungannya terhadap operasionalisasi Pusat Lahan Gambut Tropis Internasional (International Tropical Peatland Center/ITPC) yang digagas oleh Indonesia. Dukungan ini kembali mengemuka dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30) di Belém, Brasil, menandai babak baru kolaborasi dalam upaya restorasi lahan gambut global.
Menteri Lingkungan Hidup Indonesia, Hanif Faisol Nurofiq, dalam pertemuan bilateralnya dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan Republik Kongo, Arlette Soudan-Nonault, di sela-sela COP30 pada Rabu (12/11) waktu setempat, membahas penguatan kerja sama pemulihan lahan gambut. Kedua negara, bersama dengan Republik Kongo dan Peru, sepakat untuk membentuk forum kolaborasi restorasi lahan gambut tropis. Forum ini bertujuan untuk menghasilkan karbon bermutu tinggi yang memiliki daya tawar signifikan di pasar karbon global, sekaligus berkontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca.
ITPC sendiri, yang bersekretariat sementara di Bogor, Indonesia, telah berdiri sejak tahun 2018 sebagai pusat penelitian dan pertukaran informasi untuk pengelolaan lahan gambut tropis yang berkelanjutan. Pusat ini didirikan dengan tujuan untuk mengumpulkan pengetahuan, mengembangkan kapasitas, dan mempromosikan tindakan berbasis sains dalam manajemen lahan gambut, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara tropis lainnya, termasuk cekungan Kongo dan Peru.
Dalam kerangka kerja sama ini, Indonesia menargetkan transaksi hingga 90 juta ton CO₂ dengan nilai mencapai Rp16 triliun dari perdagangan karbon selama berlangsungnya COP30. Upaya ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional. Kolaborasi ini juga mencakup pembangunan kapasitas, kerja sama teknis, dan keterlibatan sektor swasta untuk menciptakan pasar karbon yang kredibel dan terhubung secara global.
Republik Demokratik Kongo memiliki peran penting dalam inisiatif ini, mengingat penemuan lahan gambut yang luas di cekungan Cuvette Centrale pada tahun 2017, yang diperkirakan menyimpan 30,6 gigaton karbon. Sejak saat itu, Republik Demokratik Kongo telah menjadi salah satu dari empat negara mitra dalam Inisiatif Lahan Gambut Global, bersama dengan Republik Kongo, Indonesia, dan Peru. Indonesia sendiri, dengan pengalaman panjang dalam pengelolaan lahan gambut dan target restorasi 4,15 juta hektar lahan gambut serta 85 ribu hektar area mangrove, siap berbagi keahliannya.
Pernyataan bersama oleh keempat menteri lingkungan hidup dari Indonesia, Republik Kongo, Republik Demokratik Kongo, dan Peru direncanakan akan ditandatangani di Paviliun Indonesia pada COP30, menandai komitmen kolektif terhadap konservasi dan restorasi lahan gambut tropis.