:strip_icc()/kly-media-production/medias/5173831/original/051249100_1742885112-WhatsApp_Image_2025-03-25_at_13.06.23.jpeg)
PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk (GMTD) telah mengeluarkan pernyataan tegas mengenai kepemilikan lahan seluas 16 hektare di kawasan Metro Tanjung Bunga, Makassar, menanggapi klaim yang disampaikan oleh mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pihak perusahaan menegaskan bahwa seluruh hak kepemilikan atas lahan tersebut berada sepenuhnya di bawah PT GMTD berdasarkan proses pembelian dan pembebasan lahan yang dilakukan secara sah, transparan, dan sesuai ketentuan hukum pada periode 1991-1998.
Disputa lahan ini menjadi perhatian publik setelah Jusuf Kalla (JK), yang juga founder PT Hadji Kalla, meninjau langsung lokasi pada 5 November 2025. JK menyatakan bahwa lahan seluas 16,4 hektare tersebut adalah miliknya, yang dibeli langsung dari ahli waris Raja Gowa sekitar 30 tahun lalu dan telah dikuasai selama periode tersebut. Ia juga menegaskan memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada 8 Juli 1996 dan berlaku hingga 24 September 2036. JK menuding PT GMTD telah merekayasa kasus sengketa ini, menyebutnya sebagai tindakan perampasan dan praktik mafia tanah. Ia juga mempertanyakan legalitas eksekusi lahan yang diklaim oleh GMTD, mengingat tidak adanya prosedur pengukuran resmi oleh BPN.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Direktur PT GMTD, Ali Said, dalam keterangan resminya pada Jumat, 14 November 2025, menyatakan bahwa pada kurun waktu 1991 hingga 1998, satu-satunya pihak yang secara legal diberi hak dan kewenangan untuk melakukan pembebasan, pembelian, dan pengelolaan lahan di kawasan Tanjung Bunga adalah PT GMTD. Oleh karena itu, klaim kepemilikan oleh pihak mana pun, termasuk pihak yang menyatakan membeli lahan pada periode yang sama, dianggap tidak memiliki dasar hukum dan merupakan perbuatan melawan hukum.
PT GMTD juga mengungkapkan adanya dugaan penyerobotan fisik di sebagian lahan objek sengketa. Dari total 16 hektare, sekitar 5.000 meter persegi disebut telah dikuasai secara ilegal dalam satu bulan terakhir. Pihak perusahaan telah melaporkan insiden ini secara resmi ke Polda Sulawesi Selatan dan Markas Besar Polri. GMTD juga menegaskan bahwa mereka adalah perusahaan terbuka yang sebagian sahamnya (32,5%) dimiliki oleh pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Pemerintah Kabupaten Gowa, Pemerintah Kota Makassar, dan Yayasan Partisipasi Pembangunan Sulawesi Selatan.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menjelaskan bahwa sengketa tanah ini merupakan "produk tahun 1990-an" dan memiliki dua dasar hak yang berbeda: Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla dan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas nama PT GMTD. Nusron juga menginformasikan bahwa Pengadilan Negeri Makassar telah memberikan balasan yang menyatakan bahwa objek sertifikat HGB atas nama NV Hadji Kalla belum dilakukan pengukuran dan tidak dilaksanakan eksekusi pengosongan lahan 16 hektare seperti yang diberitakan sebelumnya. Namun, Menteri Nusron mengakui bahwa maksud dari surat balasan tersebut belum sepenuhnya ia pahami.
Kedua belah pihak meminta masyarakat dan pihak terkait untuk melihat persoalan ini secara objektif berdasarkan fakta hukum dan dokumen resmi. PT GMTD menyatakan komitmennya untuk menghormati proses hukum dan bekerja sama dengan aparat penegak hukum demi menjaga ketertiban dan kepastian hukum. Sengketa ini kini tengah memasuki tahap pemeriksaan administratif oleh Kementerian ATR/BPN untuk memastikan transparansi dan keadilan.