
Indonesia menunjukkan kesiapannya untuk memimpin aksi iklim di Asia dalam forum Konferensi Para Pihak ke-30 (COP30) yang berlangsung di Belém, Brasil, dari tanggal 10 hingga 21 November 2025. Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menegaskan komitmen kuat Indonesia dalam percepatan transisi energi dan dekarbonisasi, selaras dengan visi Presiden Prabowo Subianto.
Eddy Soeparno, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) dan Anggota Komisi XII DPR RI yang membidangi Energi, Lingkungan Hidup, Investasi, dan Hilirisasi, dijadwalkan menjadi pembicara dalam tiga sesi di COP30, termasuk di Asia Climate Solutions Pavilion dan Paviliun Indonesia. Dalam kesempatan tersebut, ia menyoroti tema-tema strategis seperti karbon sebagai pilar ekonomi baru dan potensi Indonesia sebagai produsen Sustainable Aviation Fuel (SAF) kelas dunia.
Indonesia memamerkan kekayaan sumber daya alamnya, dengan luas kawasan hutan mencapai 126 juta hektare, menjadikannya terbesar ketiga di dunia, serta 3,3 juta hektare hutan mangrove. Potensi ini disebut sebagai modal besar bagi transisi menuju ekonomi hijau dan optimalisasi energi baru dan terbarukan. Eddy Soeparno menekankan bahwa Indonesia berkomitmen untuk membangun 69,5 gigawatt sumber energi, dengan 75 persen di antaranya berasal dari energi terbarukan.
Secara khusus, Eddy Soeparno menyatakan kesiapan Indonesia untuk menjadi pusat produksi Sustainable Aviation Fuel (SAF) di Asia, terutama dari minyak jelantah atau Used Cooking Oil (UCO). Melalui ekspansi kilang hijau Pertamina di Cilacap dan Plaju, Indonesia menargetkan produksi lebih dari 1 juta kiloliter SAF per tahun pada 2030, yang berpotensi menciptakan surplus untuk diekspor. Ia juga menyoroti pentingnya penanganan sampah, dengan mengusulkan revisi Undang-Undang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Presiden tentang Waste to Energy sebagai contoh konkret kepemimpinan Indonesia dalam menghadapi krisis global.
Sebagai bagian dari delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim Hashim Djojohadikusumo, Eddy Soeparno juga akan memaparkan kemajuan legislasi terkait percepatan energi terbarukan, termasuk pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) serta RUU Pengelolaan Perubahan Iklim. Posisi strategis Indonesia di forum internasional seperti BRICS dan G20 juga disebut sebagai modal penting untuk memimpin aksi iklim global.
Indonesia telah menunjukkan komitmennya terhadap aksi iklim dengan meratifikasi Perjanjian Paris dan mengajukan Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC) yang ditingkatkan. Targetnya adalah mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen dengan upaya domestik dan 43,20 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Program strategis "Indonesia's FOLU Net Sink 2030" bertujuan mencapai emisi negatif di sektor kehutanan pada tahun 2030. Prestasi Indonesia termasuk keberhasilan mengurangi deforestasi sebesar 65 persen sejak 2015 dan upaya konservasi laut yang signifikan. Indonesia juga telah menerima insentif sebesar USD 103,8 juta dari Green Climate Fund (GCF) atas keberhasilannya mengurangi 20,25 juta ton emisi CO₂e selama periode 2014–2016. Selain itu, Indonesia juga menjadi bagian dari Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP) dengan komitmen sebesar USD 21,6 miliar.