Notification

×

Iklan

Iklan

Waspada 'Tapal Kuda': Pakar UGM Soroti Retakan Sunyi, Pintu Gerbang Bencana Longsor

2025-11-15 | 17:06 WIB | 0 Dibaca Last Updated 2025-11-15T10:06:28Z
Ruang Iklan

Waspada 'Tapal Kuda': Pakar UGM Soroti Retakan Sunyi, Pintu Gerbang Bencana Longsor

Yogyakarta, Para pakar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali mengeluarkan peringatan keras mengenai fenomena retakan tanah berbentuk "tapal kuda", yang seringkali menjadi tanda awal dan retakan sunyi pembuka tragedi tanah longsor di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Peringatan ini disampaikan di tengah terus mengguyurnya hujan deras di beberapa daerah, yang memicu bencana longsor, termasuk di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, baru-baru ini.

Guru Besar Teknik Geologi dan Lingkungan UGM, Prof. Dwikorita Karnawati, menekankan bahwa retakan yang membentuk lengkungan menyerupai tapal kuda merupakan alarm paling awal yang harus diperhatikan masyarakat. Retakan semacam ini biasanya terbentuk pada batas antara bagian lereng yang masih stabil dan bagian yang mulai bergeser. Begitu pola lengkung itu muncul, risiko longsor meningkat secara signifikan. Prof. Dwikorita, yang juga Kepala BMKG periode 2017–2025, menambahkan bahwa gejala ini seringkali diabaikan karena aktivitas sehari-hari warga.

Bencana di Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, yang terjadi pada Kamis malam (13/11/2025), menjadi contoh nyata dari peringatan ini. Longsor tersebut tidak hanya menimbun sejumlah rumah, tetapi juga menyebabkan puluhan warga dilaporkan hilang. Laporan awal menyebutkan adanya retakan memanjang hingga 25 meter dan penurunan tanah sekitar dua meter sebelum longsor menimbun permukiman warga. Hingga Sabtu (15/11/2025), tim SAR gabungan masih melakukan pencarian korban di lokasi kejadian, dengan tiga jenazah telah ditemukan dan 20 warga lainnya masih dalam pencarian. Basarnas Yogyakarta turut mengirimkan 11 personel beserta peralatan evakuasi ke Cilacap untuk membantu penanganan longsor.

Selain retakan tapal kuda, Prof. Dwikorita juga mengidentifikasi gejala lain yang mengindikasikan potensi longsor, antara lain pohon, tiang, atau bangunan yang miring ke arah bawah lereng, munculnya rembesan air atau mata air baru di permukaan lereng yang kemudian keruh, lereng menggembung atau tanah ambles, retakan pada lantai dan dinding bangunan di sekitar lokasi, pintu atau jendela rumah yang sulit dibuka, serta jatuhan tanah atau kerikil dari atas lereng yang disertai suara gemuruh. Jika retakan tapal kuda ditemukan, masyarakat diminta untuk segera menghentikan aktivitas di bawah lereng dan memindahkan warga ke lokasi aman dengan jarak minimal dua kali tinggi lereng. Saat cuaca cerah, retakan tersebut harus ditutup dengan material kedap air atau tanah lempung agar air hujan tidak meresap ke dalam lereng, karena penetrasi air meningkatkan tekanan di dalam tanah yang menjadi penyebab utama pergeseran massa tanah.

Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, mengimbau seluruh masyarakat di daerah rawan longsor, khususnya pegunungan, untuk meningkatkan kewaspadaan. Ia juga menginstruksikan bupati dan wali kota serta BPBD di wilayahnya untuk terus melakukan mitigasi bencana dan memetakan daerah rawan bencana. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa Jawa Tengah memiliki area rawan longsor kelas tinggi seluas 1.020.772 hektar.

Sebelumnya, pakar geologi UGM Prof. Dr. Eng. Ir. Wahyu Wilopo S.T., M.Eng., IPM., juga telah mengajak masyarakat untuk mengenali tanda-tanda longsor, menyusul bencana tanah longsor di Pekalongan, Jawa Tengah, pada 21 Januari 2025 yang menewaskan 25 orang. Curah hujan yang sangat tinggi menjadi pemicu utama, dengan penelitian menunjukkan curah hujan 30 mm per hari atau 63 mm dalam tiga hari dapat memicu longsor di Pulau Jawa. Prof. Wahyu juga menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah, masyarakat, swasta, media massa, dan akademisi untuk mitigasi bencana. BPBD DIY juga menyebutkan bahwa musim kering yang panjang dapat menyebabkan pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan, yang kemudian diisi air saat hujan lebat, mempercepat terjadinya longsor. Upaya mitigasi yang dianjurkan meliputi pemetaan daerah rawan longsor, pembangunan infrastruktur seperti terasering dan drainase, pemasangan bronjong, serta penghijauan kembali.