:strip_icc()/kly-media-production/medias/5412809/original/084017900_1763105394-WhatsApp_Image_2025-11-14_at_11.46.25.jpeg)
Seorang anggota polisi senior berinisial Bripda Torino Tobo Dara dari Direktorat Samapta (Ditsamapta) Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) diduga melakukan penganiayaan brutal terhadap dua siswa Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda NTT, KLK dan JSU, pada Kamis, 13 November 2025. Aksi kekerasan ini terekam dalam sebuah video berdurasi 26 detik yang kemudian viral di media sosial, memicu kecaman luas dari publik.
Motif di balik penganiayaan ini terungkap karena Bripda Torino merasa kesal kedua siswa tersebut kedapatan merokok saat pelaksanaan latihan kerja (latja) di area SPN. Dalam rekaman video, Bripda Torino terlihat mengenakan kaus polisi cokelat, sementara para korban berseragam siswa SPN. Ia bahkan meminta seorang rekannya, Bripda GP, untuk merekam aksinya menggunakan ponsel sebelum memukul. Kedua korban dipukul bertubi-tubi di bagian wajah, perut, dan sekujur tubuh, bahkan ditendang hingga tersungkur, meskipun salah satu korban sempat memohon agar tidak dipukuli.
Kabid Humas Polda NTT, Kombes Henry Novika Chandra, membenarkan insiden ini dan menyatakan bahwa Bripda Torino merupakan personel Ditsamapta Polda NTT. Bripda Torino diketahui baru menjabat sebagai anggota Polri selama sembilan bulan satu hari, setelah dilantik pada 12 Februari 2025, dan merupakan putra daerah Kota Kupang.
Polda NTT telah mengambil langkah cepat dan tegas dengan mengamankan Bripda Torino dan menempatkannya di tempat khusus (patsus) sebagai langkah disiplin awal. Bidpropam Polda NTT juga telah melakukan interogasi terhadap Bripda Torino serta memeriksa Bripda GP sebagai saksi kunci yang merekam kejadian tersebut. Pemeriksaan medis terhadap kedua siswa korban, KLK dan JSU, menunjukkan tidak ada luka atau memar serius pada tubuh mereka.
Setelah kejadian, keluarga kedua siswa sempat mendatangi Mapolda NTT untuk meminta pertanggungjawaban. Namun, setelah komunikasi persuasif, keluarga menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus ini kepada Polda NTT, menunjukkan kepercayaan terhadap proses hukum yang sedang berjalan.
Kasus ini mendapat atensi penuh dan dikendalikan langsung oleh Kapolda NTT, Irjen Pol Rudi Darmoko, yang menegaskan tidak ada toleransi terhadap tindakan kekerasan dan memastikan seluruh proses dilakukan secara profesional, transparan, serta berlandaskan hukum dan kode etik Polri. Polda NTT berkomitmen menjadikan penanganan kasus ini sebagai contoh nyata penerapan nilai asah, asih, dan asuh dalam pembinaan personel, sekaligus menegaskan bahwa kekerasan tidak memiliki tempat di lingkungan Polri. Masyarakat dan warganet mendesak sanksi tegas hingga pemecatan bagi pelaku.