Notification

×

Iklan

Iklan

Sudan Mencekam: 30 Juta Warga Terjebak Perang, Mendesak Bantuan Dunia

2025-11-15 | 19:31 WIB | 0 Dibaca Last Updated 2025-11-15T12:31:17Z
Ruang Iklan

Sudan Mencekam: 30 Juta Warga Terjebak Perang, Mendesak Bantuan Dunia

Konflik yang berkecamuk di Sudan telah menjerumuskan negara itu ke dalam krisis kemanusiaan terbesar di dunia, dengan lebih dari 30 juta orang – lebih dari separuh populasi Sudan – kini sangat membutuhkan bantuan. Perang saudara yang meletus pada 15 April 2023, antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF), telah memicu bencana yang tak terbayangkan, menyebabkan jutaan orang terlantar, kelaparan, dan menghadapi runtuhnya layanan dasar.

Sejak pecahnya konflik, lebih dari 12 juta orang terpaksa mengungsi dari rumah mereka. Ini menjadikannya krisis pengungsian terbesar dan tercepat di dunia. Sebanyak 10,8 juta orang menjadi pengungsi internal, sementara 2,3 hingga 4,2 juta lainnya telah mencari perlindungan di negara-negara tetangga seperti Chad, Mesir, Sudan Selatan, dan Ethiopia. Banyak dari mereka menghadapi kondisi yang sangat sulit, dengan sumber daya yang terbatas di kamp-kamp pengungsian yang sudah kewalahan.

Ancaman kelaparan menyebar luas di seluruh Sudan. Antara Desember 2024 dan Mei 2025, lebih dari 24 juta orang di Sudan menghadapi kerawanan pangan akut. Lebih dari 635.000 orang, termasuk di kamp pengungsian terbesar di negara itu, mengalami kondisi kelaparan dan risiko kematian yang tinggi. Harga pangan yang melonjak dan terganggunya rantai pasokan telah menyebabkan jutaan keluarga kelaparan, dengan Sudan menghadapi salah satu krisis kelaparan terburuk dalam beberapa dekade. Secara khusus, lebih dari 3 juta anak di bawah usia lima tahun menderita malnutrisi akut.

Sistem perawatan kesehatan negara itu telah runtuh akibat perang, dengan serangan terhadap fasilitas kesehatan dan pekerja kemanusiaan yang menjadi hal umum. Setidaknya 622 serangan terhadap sistem perawatan kesehatan Sudan tercatat hingga Juni 2025, dengan 147 pekerja kesehatan tewas dan 157 fasilitas rusak. Wabah penyakit, termasuk kolera, telah merajalela, dengan lebih dari 21.000 kasus dan 640 kematian dilaporkan hingga Desember 2024. Selain itu, 15 hingga 16 juta anak membutuhkan bantuan kemanusiaan, dan sekitar 17 juta anak terpaksa putus sekolah, memicu bencana generasi.

Situasi semakin memburuk dengan insiden kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang meluas. Jatuhnya El Fasher, ibu kota Darfur Utara, ke tangan RSF baru-baru ini setelah pengepungan selama 18 bulan, memicu laporan pembunuhan massal, kekerasan seksual, dan tuduhan pembersihan etnis. Hampir 100.000 orang telah melarikan diri dari El Fasher dalam dua minggu terakhir saja. Kota-kota lain seperti Babanusa, El-Obeid, Kadugli, dan Dilling juga berada di bawah pengepungan. Kekerasan seksual, penculikan, pengungsian paksa, penyiksaan, dan perekrutan tentara anak-anak menjadi masalah yang meluas.

Upaya bantuan kemanusiaan menghadapi tantangan besar. Kendala akses yang parah, terutama di zona konflik aktif, serta serangan yang ditargetkan terhadap pekerja bantuan, sangat menghambat penyaluran bantuan. Lebih dari 110 pekerja bantuan telah terbunuh, terluka, atau diculik sejak konflik dimulai. Selain itu, Rencana Tanggap Kemanusiaan 2025 untuk Sudan sangat kekurangan dana, dengan target $4,2 miliar yang diperlukan untuk membantu 20,9 juta orang yang paling rentan. PBB dan lembaga-lembaga bantuan menyerukan peningkatan pendanaan dan tindakan diplomatik yang mendesak untuk meredakan penderitaan jutaan warga Sudan dan memastikan akses tanpa hambatan bagi bantuan kemanusiaan. Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) juga telah menyatakan bahwa "pembunuhan massal, pemerkosaan, dan kejahatan lainnya" oleh RSF dapat merupakan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.