:strip_icc()/kly-media-production/medias/5416843/original/063716300_1763470547-IMG-20251118-WA0052.jpg)
TUBAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti pembangunan Gedung Instalasi Perawatan Intensif Terpadu (IPIT) RSUD dr. Koesma Tuban senilai Rp58 miliar. Proyek yang rampung setelah sempat molor ini, hingga pertengahan November 2025 belum juga difungsikan, memicu pertanyaan dan perhatian publik.
Plt Direktur RSUD dr. Koesma Tuban, drg. Heni Purnomo Wati, akhirnya angkat bicara mengenai nasib gedung lima lantai tersebut. Ia memastikan tidak ada kendala yang menghambat pemanfaatan gedung IPIT. Menurutnya, operasional gedung ditargetkan akan dimulai pada awal Desember 2025, setelah masa pemeliharaan selesai, bertepatan dengan hari jadi RSUD dr. Koesma pada 2 Desember 2025.
Beberapa fasilitas di dalam gedung dilaporkan sudah siap digunakan. Lantai dua direncanakan untuk layanan Neonatal Intensive Care Unit (NICU), sementara lantai tiga akan difungsikan sebagai Intensive Care Unit (ICU). Lantai empat dan lima akan menjadi ruang operasi, namun masih memerlukan kelengkapan Modular Operating Theatre (MOT) yang akan dipenuhi secara bertahap. Lantai satu disiapkan sebagai ruang CSSD atau sterilisasi untuk menunjang layanan operasi.
Proyek yang didanai melalui APBD 2024 Tuban ini sebelumnya telah diserahterimakan pada 21 Maret 2025 oleh pelaksana proyek, PT Anggaza Widya Ridhamulia dari Surabaya. Keterlambatan dari target penyelesaian Desember 2024 menyebabkan kontraktor dikenakan denda sebesar Rp4,3 miliar.
Sorotan KPK terhadap proyek ini bukan tanpa alasan. Lembaga antirasuah tersebut memasukkan pembangunan Gedung IPIT sebagai salah satu proyek strategis yang perlu diawasi pada tahun 2024-2025. KPK mengidentifikasi beberapa risiko, termasuk proses tender yang dinilai kurang kompetitif, di mana pemenang lelang merupakan penawar urutan kesembilan dari sepuluh peserta dengan nilai penawaran hanya turun sekitar satu persen dari pagu anggaran. Selain itu, penerbitan tiga kali addendum kontrak berulang juga menjadi perhatian serius KPK, karena berpotensi memengaruhi efektivitas anggaran dan akuntabilitas proyek.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tuban sebelumnya juga telah menyoroti keterlambatan pembangunan ini dan meminta penjelasan. Bahkan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Melanesia Corruption Watch (MCW) telah melayangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Tuban terkait kemoloran pekerjaan tersebut, menuntut pembayaran denda sesuai aturan dan permintaan agar rekanan dimasukkan daftar hitam.
Kepala Satgas Korsup Wilayah III KPK, Wahyudi, menekankan pentingnya audit berbasis risiko (probity audit) yang dilakukan Inspektorat terhadap proyek strategis, guna memastikan pengawasan tidak hanya bersifat administratif namun juga efektif dalam mencegah penyimpangan.