Notification

×

Iklan

Iklan

Prada Lucky di ICU: Komandan Batalyon Periksa, Tegaskan Tak Ada Bekas Penyiksaan

2025-11-18 | 04:21 WIB | 0 Dibaca Last Updated 2025-11-17T23:24:52Z
Ruang Iklan

Prada Lucky di ICU: Komandan Batalyon Periksa, Tegaskan Tak Ada Bekas Penyiksaan.

Komandan Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan (TP) 834/Waka Nga Mere, Nagekeo, Letkol Inf Justik Handinata, mengakui sempat memeriksa kondisi Prada Lucky Chepril Saputra Namo saat berada di ICU, namun ia menegaskan tidak melihat adanya tanda-tanda penyiksaan pada saat itu. Kesaksian tersebut disampaikan Letkol Justik dalam sidang lanjutan kasus kematian Prada Lucky yang digelar di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Senin, 17 November 2025.

Dalam persidangan, Letkol Handinata menjelaskan bahwa ia sempat memeriksa Prada Lucky pada 30 Juli 2025, namun tidak menyadari adanya bekas luka atau tanda-tanda penganiayaan. Ia juga mengungkapkan bahwa dirinya baru mengetahui adanya dugaan penganiayaan terhadap Prada Lucky menjelang korban dinyatakan meninggal dunia. Menurutnya, tidak ada laporan terkait insiden kekerasan yang terjadi pada 27 Juli 2025, atau perkembangan kondisi Prada Lucky dari bawahannya, meskipun seharusnya ada. Letkol Handinata menyebut bahwa ia berada di Sowa, Kabupaten Ngada, pada 27 Juli 2025, dan baru kembali ke Markas Yonif TP 834/WM di Nagakeo sekitar pukul 22.00 WITA, tanpa menerima laporan apa pun.

Kondisi serius Prada Lucky baru diketahui Letkol Handinata pada 5 Agustus 2025, ketika ia menerima laporan dari dokter batalyon yang menginformasikan bahwa Prada Lucky masuk ICU dan membutuhkan ventilator. Laporan tertulis dari dokter kemudian memuat indikasi trauma tumpul dan trauma toraks, yang membuat Letkol Justik menyimpulkan telah terjadi kekerasan.

Prada Lucky Chepril Saputra Namo, prajurit TNI AD dari Yonif TP 834/Wakanga Mere, meninggal dunia pada Rabu, 6 Agustus 2025, diduga kuat akibat penganiayaan oleh para seniornya. Ayah Prada Lucky, Sersan Mayor Christian Namo, dan ibunya, Sepriana Paulina Mirpey, meyakini putranya tewas karena penyiksaan, dengan ditemukannya tanda-tanda kekerasan seperti luka lebam dan sayatan di tubuh korban. Keluarga telah menuntut keadilan dan hukuman berat bagi para pelaku.

Kasus ini telah disidangkan sejak 27 Oktober 2025 di Pengadilan Militer III-15 Kupang, dengan menghadirkan Letnan Satu (Lettu) Infanteri Ahmad Faisal, Komandan Kompi A dan atasan langsung Prada Lucky, sebagai terdakwa. Dalam dakwaan, Lettu Ahmad Faisal disebut terlibat dalam penganiayaan, termasuk memukul Prada Lucky dengan selang dua kali di badan dan empat kali di pantat. Ia juga diduga memerintahkan pemeriksaan staf intel terhadap Prada Lucky atas tuduhan penyimpangan seksual, yang berujung pada penganiayaan lebih lanjut oleh belasan senior di ruang staf intel.

Sebanyak 22 prajurit telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, termasuk tiga perwira aktif di lingkungan Batalyon Teritorial Pembangunan 834/Waka Nga Mere, Nagekeo. Hingga 12 November 2025, sebanyak 33 saksi telah diperiksa dalam persidangan. Orang tua Prada Lucky juga mengungkapkan adanya upaya Komandan Batalyon untuk membujuk keluarga agar memaafkan para tersangka dengan imbalan uang Rp 220 juta dan janji sekolah perwira untuk ayah korban, namun tawaran tersebut ditolak keluarga.