:strip_icc()/kly-media-production/medias/5415656/original/077843000_1763386928-163711.jpg)
Warga di Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, kini merasakan keresahan mendalam akibat maraknya pembalakan liar di Blok Cangkuang, kawasan hutan Gunung Salak, yang mengancam ketersediaan air bersih dan memicu potensi bencana ekologis. Aktivitas ilegal yang diduga telah berlangsung selama lebih dari dua tahun ini telah menyebabkan kerusakan parah di area yang merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) tersebut.
Lebih dari 15.000 batang pohon, termasuk jenis bernilai tinggi seperti Mangong, Damar, Jengjeng, Pasah, Saninten, dan Puspa, telah ditebang secara masif. Bahkan pohon Pinus dan Damar yang sebelumnya ditanam untuk program penghijauan turut menjadi korban pembalakan. Akibatnya, hampir separuh dari 70 hektare hutan di Blok Cangkuang kini berada dalam kondisi gundul.
Dampak kerusakan hutan ini mulai dirasakan langsung oleh warga. Jumroni (50), seorang tokoh masyarakat setempat, menegaskan bahwa Blok Cangkuang adalah sumber air vital bagi tiga kecamatan di kaki Gunung Salak, dan kerusakan ini mengancam kelestarian hutan serta pasokan air bersih bagi ribuan penduduk. Debit air bersih telah menurun drastis, dan kualitas air memburuk, mudah keruh meski hanya hujan ringan. Kolam-kolam penampungan air yang biasanya penuh kini hanya terisi setengah.
Selain krisis air, warga juga menghadapi peningkatan risiko bencana hidrometeorologi. Rozak Daud dari Tim Advokasi Warga Cidahu mengungkapkan bahwa berkurangnya kemampuan hutan menyerap air hujan memperbesar risiko banjir bandang dan tanah longsor di kawasan lereng Gunung Salak. Bencana banjir bandang tercatat pernah terjadi pada Oktober 2022 dan kembali melanda pada awal Agustus 2025. Kerusakan ekosistem juga mengganggu habitat satwa liar seperti burung, elang jawa, kancil, hingga macan tutul jawa.
Warga menyuarakan kekecewaan atas dugaan pembiaran dari pihak pengelola TNGHS, mengingat penebangan dilakukan secara terang-terangan dan alat pemotong kayu sering terlihat dibawa masuk ke hutan. Menanggapi keresahan ini, masyarakat mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk segera melakukan rehabilitasi hutan, penataan kembali area yang rusak, memperkuat pengawasan, serta menindak tegas para pelaku pembalakan liar. Mereka berharap adanya pola pengelolaan hutan partisipatif yang melibatkan masyarakat, seperti yang pernah diterapkan pada masa mendiang Menteri Bustanil Arifin. Jika tuntutan tidak direspons, warga mengancam akan bertindak sendiri melawan pembalakan liar.
Polres Sukabumi telah menindaklanjuti kasus dugaan pembalakan liar ini. Kepala Satuan Reserse Kriminal IPTU Hartono, pada Senin (17/11/2025), menyatakan bahwa tim Tipiter telah turun langsung ke lokasi di Blok Cangkuang, Cidahu, untuk melakukan penyelidikan dan mengumpulkan bahan keterangan dari berbagai pihak. Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq pada 31 Juli 2025 juga menyatakan akan menindaklanjuti dugaan perusakan lahan di kaki Gunung Salak dan mengajak Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk mengatasi masalah ini. Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Sekretaris Daerah Herman Suryatman menegaskan komitmen untuk menindak tegas pelanggaran lingkungan dengan sanksi administratif atau pidana. Namun, Wakil Bupati Sukabumi Andreas sempat menyatakan bahwa penanganan pembalakan liar merupakan ranah Kementerian Kehutanan. Sementara itu, Kepala Resort TNGHS Wilayah III Sukabumi, Ganjar Gunawan, mengaku tidak mengetahui aktivitas ilegal tersebut.