:strip_icc()/kly-media-production/medias/5410800/original/092306400_1762945478-Foto_Nelayan_Tolak_Siesmik_Migas__3_.jpeg)
Ratusan nelayan dan warga Kepulauan Kangean, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, terus menyuarakan penolakan keras terhadap rencana eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas (migas) di perairan mereka, dengan menggelar serangkaian aksi demonstrasi di laut yang menargetkan kapal survei seismik. Gelombang protes ini merupakan upaya mempertahankan keberlangsungan ekosistem laut dan mata pencarian tradisional mereka.
Salah satu puncak aksi terjadi pada Rabu, 12 November 2025, ketika ratusan nelayan dengan puluhan perahu tradisional mengepung kapal survei seismik yang dioperasikan oleh PT Kangean Energy Indonesia (KEI) dan PT Gelombang Seismik Indonesia (GSI) di perairan Kangean Barat, tepatnya di sekitar Takat Noko, dekat Desa Angkatan dan Desa Kalisangka. Aksi ini menjadi demonstrasi laut keempat dan keenam secara keseluruhan dalam rangkaian penolakan panjang masyarakat Kangean.
Koordinator Aliansi Nelayan Kangean, Ahmad Yani, menegaskan bahwa aktivitas survei seismik ini adalah pintu masuk bagi eksploitasi migas penuh, yang jika dibiarkan akan menghancurkan ekosistem laut dan mengikis mata pencarian nelayan lokal. Kekhawatiran warga didasari potensi kerusakan lingkungan yang parah, termasuk dampak limbah kimia, tumpahan minyak, perubahan suhu laut, hingga migrasi ikan yang dapat meluas tidak hanya ke laut tetapi juga ke daratan pulau itu sendiri. Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Susan Herawati Romica, juga menyoroti risiko tinggi proyek migas di pulau-pulau kecil terhadap kerusakan ekosistem laut dan bahaya tumpahan minyak.
Penolakan masyarakat juga dipicu oleh kurangnya transparansi dan partisipasi publik yang bermakna dalam proses perizinan dan studi lingkungan (AMDAL). Beberapa laporan menunjukkan adanya dugaan keberpihakan kepala desa terhadap instruksi Bupati untuk membuka jalan bagi aktivitas eksplorasi. Selain itu, Yani sempat menyatakan bahwa izin operasional kapal seismik tersebut diduga telah kadaluarsa pada 25 Oktober 2025.
Masyarakat menuntut tujuh poin utama, di antaranya adalah penghentian seluruh rencana tambang migas di laut dan darat Kepulauan Kangean, penegakan perlindungan lingkungan sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2019, serta desakan kepada Syahbandar Kangean untuk tidak memberikan izin berlabuh bagi kapal survei seismik 3D. Mereka juga mendesak Presiden Prabowo Subianto, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Bupati Sumenep Achmad Fauzi Wongsojudi untuk menginstruksikan penghentian dan penarikan kapal-kapal survei seismik dari perairan Kangean.
Pada Rabu sore, 12 November 2025, kapal milik GSI yang digunakan PT KEI dikabarkan telah angkat jangkar dari Perairan Dangkal West Kangean. Aliansi Nelayan Kangean mengklaim keberangkatan kapal tersebut sebagai hasil dari perjuangan mereka. Namun, Manajer Government Affair KKKS Kangean Energi Indonesia, Kampoi Naibaho, membantah klaim tersebut dan menyatakan bahwa pergeseran kapal itu merupakan hasil evaluasi dan monitoring internal perusahaan yang memang sudah direncanakan. Meskipun kapal telah bergeser, para nelayan tetap menyerukan kewaspadaan dan menegaskan komitmen mereka untuk terus menolak eksplorasi dan eksploitasi migas di Kangean. Di sisi lain, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Sumenep, M. Sahnan, menyesalkan aksi penolakan ini, menilai tindakan tersebut menyesatkan publik dan mencoreng marwah nelayan yang mendukung pembangunan nasional.