:strip_icc()/kly-media-production/medias/5414633/original/092539800_1763334808-Gedung_IPIT_RSUD_Dr_Koesma_Tuban.jpg)
Proyek pembangunan Gedung Instalasi Perawatan Intensif Terpadu (IPIT) RSUD dr. R. Koesma Tuban senilai sekitar Rp 58 miliar terus menjadi sorotan publik dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tak kunjung difungsikan, meskipun secara fisik telah dinyatakan rampung. Gedung lima lantai yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2024 ini seharusnya selesai pada Desember 2024, namun mengalami keterlambatan signifikan.
Keterlambatan penyelesaian proyek ini mencapai antara 58 hingga 83 hari dari target awal. PT Anggaza Widya Ridhamulia selaku kontraktor pelaksana telah menuntaskan pembangunan, tetapi per 16 November 2025, gedung tersebut belum beroperasi, tanpa adanya penjelasan resmi mengenai alasan penundaan fungsinya. Plt Direktur RSUD dr. R. Koesma Tuban, drg. Heni Purnomo Wati, memilih untuk tidak memberikan keterangan saat dimintai konfirmasi.
Sejumlah kejanggalan mewarnai proyek strategis ini sejak awal. Proses lelang menjadi salah satu sorotan utama, di mana pemenang tender berasal dari urutan penawar kesembilan dari sepuluh peserta, dengan nilai penawaran yang hanya turun sekitar 1 persen dari pagu anggaran. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai tingkat kompetisi dan transparansi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.
Selain itu, pembangunan di lapangan juga mengalami kendala. Progres konstruksi sempat tersendat, yang memicu DPRD Tuban untuk menyoroti keterlambatan tersebut dan meminta penjelasan. Permasalahan lahan yang sempat buntu, serta kondisi tanah berbatu, disebut-sebut menjadi faktor awal molornya pengerjaan proyek. Rentetan persoalan ini berujung pada diterbitkannya tiga kali adendum kontrak.
Adendum berulang inilah yang kemudian menarik perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga antirasuah tersebut secara resmi memasukkan pembangunan Gedung IPIT RSUD dr. Koesma Tuban sebagai salah satu proyek strategis daerah yang perlu diawasi pada tahun 2024-2025. Dalam rapat koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih KPK pada 5 Agustus 2025, KPK mengidentifikasi beberapa risiko, termasuk proses tender yang kurang kompetitif, adendum berulang yang berpotensi penyimpangan, dan masalah dalam pelaksanaan fisik. Kepala Satgas Korsup Wilayah III KPK, Wahyudi, mendorong Inspektorat untuk melakukan audit berbasis risiko terhadap proyek strategis.
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) proyek IPIT, Erwin Era Prasetya, menjelaskan bahwa adendum pertama dilakukan setelah mutual check (MC) 20 menemukan pekerjaan tambahan pada struktur bangunan. Adendum kedua dan ketiga diberikan untuk mencegah proyek mangkrak, dengan konsekuensi denda keterlambatan yang tetap berlaku. Kontraktor telah membayar denda sekitar Rp 4,7 miliar atas keterlambatan selama 81 hingga 83 hari. Menurut Erwin, langkah adendum ini telah diperiksa dan dibenarkan oleh BPK sesuai Perpres 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, untuk menghindari kerugian lebih besar jika proyek mangkrak.
Tak hanya DPRD dan KPK, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Melanesia Corruption Watch (MCW) juga melayangkan gugatan perdata terhadap Direktur RSUD dr. R. Koesma (saat itu dr. H. Moh. Masyhudi) dan PT Anggaza Widya Ridhamulia di Pengadilan Negeri Tuban terkait kemoloran pekerjaan tersebut.
Gedung IPIT setinggi lima lantai ini dirancang untuk menyediakan fasilitas kesehatan terintegrasi dan lengkap, meliputi ruang ICU, NICU untuk perawatan bayi, ruang bedah, dan unit radiologi, guna meningkatkan kapasitas pelayanan intensif di RSUD dr. R. Koesma Tuban yang merupakan rumah sakit rujukan tipe B. Pembangunan gedung ini menjadi komitmen Pemerintah Kabupaten Tuban untuk memenuhi kebutuhan perawatan intensif yang terus meningkat.