
Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi menuai gelombang kritik setelah janjinya untuk "bekerja bagai kuda" saat terpilih menjadi Ketua Partai Demokrat Liberal (LDP) dinilai telah menjadi kenyataan, bahkan hingga ke titik ekstrem. Kecaman keras muncul menyusul laporan bahwa ia memaksa stafnya untuk memulai pekerjaan pada dini hari, pukul 03.00, demi persiapan debat parlemen.
Insiden yang memicu kontroversi terjadi pada Jumat, 7 November, ketika Takaichi diketahui tiba di kantornya pada pukul 03.00 pagi waktu setempat untuk memimpin rapat persiapan debat parlemen pertamanya, yang dijadwalkan pukul 09.00 pagi di gedung parlemen. Rapat tersebut dilaporkan berlangsung selama tiga jam. Seorang pejabat Jepang yang tidak ingin disebutkan namanya menyatakan terkejut mendengar jadwal rapat sepagi itu, mengungkapkan "Saya ternganga ketika mendengar pukul 03.00 pagi".
Sebelumnya, saat terpilih sebagai presiden LDP, Takaichi telah menyampaikan pernyataan kontroversial bahwa masyarakat harus "bekerja bagai kuda pekerja" dan secara pribadi menolak gagasan keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi (work-life balance). Ia bahkan menyatakan akan "bekerja, bekerja, bekerja, bekerja, dan bekerja". Pernyataan ini segera menuai kecaman dari kelompok pengacara yang mewakili korban "karoshi" atau kematian akibat bekerja berlebihan, yang menilai pernyataan Takaichi tidak membantu negara yang memiliki budaya jam kerja panjang dan berlebihan. Mereka mengkritik Takaichi karena dianggap menggagalkan upaya pemerintah untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan malah menghidupkan kembali mentalitas yang sudah ketinggalan zaman.
Tindakan Takaichi ini menimbulkan kekhawatiran serius akan memperburuk budaya kerja berlebihan atau overwork, yang telah lama menghantui Jepang dan dikenal dengan istilah karoshi. Karoshi, yang secara harfiah berarti "kematian karena terlalu banyak bekerja", pertama kali digunakan pada tahun 1969 dan telah menjadi masalah sosial serius sejak tahun 1970-an, dengan ratusan kasus dilaporkan setiap tahun. Kasus-kasus ini umumnya disebabkan oleh gagal jantung, stroke, atau bunuh diri akibat stres ekstrem dari beban kerja berlebih dan jam lembur yang tidak manusiawi.
Kritik tajam datang dari kubu oposisi. Mantan Perdana Menteri Jepang Yoshihiko Noda, yang kini memimpin Partai Demokrat Konstitusional, menyebut keputusan Takaichi "tidak masuk akal" dan menyatakan bahwa para pemimpin nasional seharusnya tidak mewajibkan stafnya bekerja saat "semua orang sedang tidur". Sekretaris Jenderal Partai Demokrat untuk Rakyat, Kazuyu Shinba, juga menegur Takaichi karena mengabaikan kesehatan dan kesejahteraan stafnya, seraya menekankan bahwa jika perdana menteri mulai bekerja pukul 03.00 pagi, maka stafnya harus mulai lebih awal lagi, yang secara fisik tidak mungkin dihadapi orang.
Situasi ini kontras dengan upaya pemerintah Jepang sebelumnya yang berupaya mereformasi gaya kerja, seperti mendukung konsep empat hari kerja seminggu sejak tahun 2021 dan meluncurkan kampanye "reformasi gaya kerja" untuk mempromosikan jam kerja yang lebih pendek, pengaturan fleksibel, serta batasan lembur. Namun, penerapan reformasi ini masih lambat, sebagian karena budaya kerja yang kuat di Jepang. Jepang saat ini juga menghadapi kekurangan tenaga kerja di berbagai sektor, sebagian besar karena penurunan angka kelahiran, yang dapat menambah tekanan pada pekerja yang ada. Tindakan Perdana Menteri Takaichi kini dianggap memberikan contoh berbahaya dan mengkhawatirkan di tengah perjuangan negara untuk mengatasi masalah karoshi.