Notification

×

Iklan

Iklan

Guru Besar UNJ Peringatkan: Mahasiswa Wajib Peka Isu HAM Papua yang Kian Mendesak

2025-11-17 | 20:55 WIB | 0 Dibaca Last Updated 2025-11-17T13:55:43Z
Ruang Iklan

Guru Besar UNJ Peringatkan: Mahasiswa Wajib Peka Isu HAM Papua yang Kian Mendesak

Guru Besar Damai dan Resolusi Konflik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Prof. Abdul Haris Fatgehipon, dengan tegas menyatakan bahwa isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua semakin menguat dan menuntut perhatian serius dari gerakan mahasiswa Indonesia. Pernyataan ini disampaikan Prof. Haris dalam paparannya yang berjudul "Rekonstruksi Gerakan Kebangsaan" di hadapan peserta Musyawarah Kerja (Muker) Aliansi BEM se-Bogor Raya di Bogor pada Sabtu, 15 November 2025.

Menurut Prof. Haris, kekerasan terhadap warga sipil, guru, tenaga kesehatan, hingga aparat keamanan di Papua harus menjadi alarm moral bagi gerakan mahasiswa. Ia menilai bahwa Papua adalah indikator paling nyata bahwa bangsa ini sedang menghadapi persoalan HAM yang mendesak.

Sejarah Indonesia, lanjut Prof. Haris, tidak pernah lepas dari peran kritis mahasiswa sebagai penggerak perubahan. Namun, ia menyayangkan bahwa saat ini ruang gerak mahasiswa justru menyempit, membuat mereka seakan hanya menjadi penonton atau bahkan dianggap beban pembangunan. Konflik internal organisasi mahasiswa yang semakin tinggi serta pola regenerasi politik yang tidak sehat, yang lebih mengutamakan garis keturunan daripada kapasitas dan ideologi, dinilai Prof. Haris telah melemahkan posisi mahasiswa sebagai agen perubahan.

Prof. Haris juga menyoroti kompleksitas persoalan bangsa yang semakin menuntut hadirnya gerakan mahasiswa yang progresif dan berani, mulai dari penurunan daya beli, tingginya pengangguran, korupsi, judi online, narkoba, hingga dominasi oligarki dalam penguasaan ekonomi dan sumber daya alam. Ia menegaskan bahwa semua persoalan struktural ini, ditambah kondisi Papua yang sarat pelanggaran HAM, adalah pekerjaan rumah besar mahasiswa saat ini.

Secara terpisah, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga menempatkan permasalahan Papua sebagai salah satu isu prioritas. Ketua Komnas HAM RI, Atnike Nova Sigiro, menyebut Papua rentan terhadap konflik dan kekerasan, serta permasalahan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Komnas HAM telah mengecam keras peningkatan kekerasan dan konflik bersenjata di Papua Tengah serta kekerasan terhadap pembela HAM di Papua Barat. Pendekatan keamanan yang mengedepankan kekuatan militer dinilai Komnas HAM justru memperpanjang penderitaan warga dan memperbesar risiko pelanggaran HAM. Laporan Komnas HAM mencatat beberapa peristiwa mematikan di Papua Tengah, termasuk kontak tembak antara TNI dan Kelompok Sipil Bersenjata (KSB) yang diduga menewaskan 14 orang dari KSB maupun warga sipil pada Oktober 2025.

Laporan sebelumnya dari Yayasan Pusaka Bentala Rakyat pada tahun 2022 juga mencatat peningkatan kasus kekerasan dan pelanggaran HAM di Tanah Papua, mayoritas terkait dengan pembungkaman kebebasan berekspresi dan penolakan terhadap kebijakan kontroversial seperti revisi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua dan pembentukan daerah otonom baru. PBB dan Amnesty International juga telah menemukan pelanggaran HAM di Papua, termasuk pembunuhan anak, penghilangan, penyiksaan, dan pemindahan massal, serta mendesak penyelidikan independen.

Dalam konteks ini, peran mahasiswa Papua sangat strategis sebagai agen perubahan. Mahasiswa didorong untuk tidak hanya cerdas di kelas tetapi juga peka terhadap penderitaan rakyat, berani menyuarakan kebenaran secara damai dan intelektual, serta menjadi jembatan antara dunia akademik dan realitas masyarakat adat. Mereka diharapkan aktif dalam advokasi hak-hak masyarakat adat, melakukan riset, membangun organisasi yang sehat, dan mendorong dialog lintas suku, agama, serta kelompok untuk mewujudkan Papua Tanah Damai.