Notification

×

Iklan

Iklan

Gempuran Masif Rusia di Ukraina Membara Tanpa Henti

2025-11-15 | 10:09 WIB | 0 Dibaca Last Updated 2025-11-15T03:09:55Z
Ruang Iklan

Gempuran Masif Rusia di Ukraina Membara Tanpa Henti

Serangan besar-besaran Rusia ke Ukraina terus berlanjut hingga November 2025, dengan Kyiv menjadi sasaran gempuran rudal dan drone yang intens, sementara pertempuran sengit berkecamuk di garis depan timur dan selatan Ukraina. Ibu kota Ukraina, Kyiv, pada 14 dan 15 November 2025 dihantam oleh serangan gabungan rudal dan drone Rusia dalam skala masif, menyebabkan kebakaran dan kerusakan signifikan pada bangunan tempat tinggal di berbagai distrik serta infrastruktur vital, termasuk jaringan pemanas. Otoritas Ukraina melaporkan sedikitnya empat hingga enam orang tewas dan 27 hingga 35 lainnya terluka dalam serangan-serangan ini, yang digambarkan Presiden Volodymyr Zelenskyy sebagai tindakan yang sengaja dirancang untuk menimbulkan korban sebanyak mungkin di kalangan warga sipil. Kedutaan Besar Azerbaijan di Kyiv juga mengalami kerusakan akibat hantaman rudal.

Di wilayah lain, serangan Rusia juga memakan korban jiwa dan merusak infrastruktur. Pada 8 November, serangan drone Rusia di sebuah bangunan tempat tinggal di Dnipro menewaskan tiga orang dan melukai 12 lainnya. Tiga orang dilaporkan tewas di Zaporizhzhia dan satu di Kharkiv akibat serangan. Serangan drone Rusia di sebuah pasar di selatan Ukraina pada 15 November juga menewaskan dua orang. Moskow terus mengintensifkan serangan terhadap infrastruktur energi Ukraina, termasuk pembangkit listrik dan instalasi gas alam, menjelang musim dingin, yang menyebabkan pemadaman listrik, air, dan pemanas di beberapa wilayah seperti Kyiv, Kharkiv, dan Kremenchuk di wilayah Poltava.

Di garis depan, pertempuran mematikan terkonsentrasi di timur, khususnya di sekitar Pokrovsk di wilayah Donetsk, yang disebut sebagai "gerbang menuju Donetsk". Rusia dikabarkan mengerahkan sekitar 150.000 tentara untuk merebut kota strategis ini. Pasukan Ukraina mengklaim "dengan percaya diri mempertahankan posisi mereka", namun juga mengakui bahwa situasi di Pokrovsk "terus memburuk" dan telah melakukan "penarikan taktis" dari beberapa desa kecil. Rusia mengklaim telah berhasil maju di Pokrovsk melalui pertempuran dari rumah ke rumah dan telah menyusup ke sebagian Myrnohrad, kota di sebelah timur Pokrovsk yang dilaporkan "nyaris hancur total". Bantuan kemanusiaan tidak lagi dapat dikirimkan ke Krasnoarmiisk dan Myrnohrad. Di selatan, Ukraina melaporkan pasukannya terpaksa mundur dari beberapa posisi garis depan di wilayah Zaporizhzhia di bawah tekanan serangan Rusia yang intens dan terus-menerus. Militer Ukraina juga menyatakan telah menyerang terminal minyak Rusia di Krimea yang diduduki serta depot bahan bakar di wilayah Zaporizhzhia yang diduduki, dan sebuah depot minyak di Novorossiysk.

Di tengah berlanjutnya konflik, Ukraina menghadapi tekanan domestik akibat penyelidikan korupsi besar-besaran di sektor energi, yang menyebabkan pengunduran diri dua menteri. Skandal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan mitra internasional, termasuk Jerman. Namun, Uni Eropa dan Amerika Serikat menegaskan kembali dukungan mereka terhadap Kyiv. Jerman berjanji untuk mendanai paket senjata senilai 150 juta Euro dan menyetujui anggaran 11,5 miliar Euro untuk dukungan Ukraina pada tahun 2026. Amerika Serikat telah melanjutkan bantuan militer dan berbagi intelijen pada Maret 2025, dan pada September 2025 menyetujui paket bantuan senjata baru senilai hingga 10 miliar dolar AS melalui mekanisme Priority Ukraine Requirements List (PURL), yang mencakup sistem pertahanan udara dan artileri.

Sementara itu, upaya diplomatik untuk mengakhiri perang masih terhenti. Presiden Zelenskyy sebelumnya berharap konflik dapat berakhir melalui jalur diplomatik pada 2025, namun Kyiv saat ini menganggap negosiasi langsung dengan Rusia "tidak ada gunanya". Kremlin menyatakan keinginannya agar perang segera berakhir melalui cara politik dan diplomatik, tetapi menyalahkan Ukraina karena menolak dialog. Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara aktif berupaya mengakhiri konflik, mengancam Rusia dengan tenggat waktu 50 hari untuk kesepakatan damai dan memberlakukan tarif jika tidak tercapai, serta mendorong sekutu Eropa untuk membeli peralatan militer buatan AS untuk Ukraina. Negara-negara Eropa bersama Ukraina juga sedang menyusun proposal 12 poin untuk mengakhiri perang di sepanjang garis pertempuran saat ini, yang akan diawasi oleh dewan perdamaian yang dipimpin Trump. Namun, Moskow tetap bersikeras pada tuntutannya agar Ukraina menyerahkan Donbas dan menolak bergabung dengan NATO. Rusia juga mengeluarkan peringatan keras kepada Amerika Serikat terkait kemungkinan uji coba senjata nuklir, menegaskan akan merespons jika AS menarik diri dari larangan uji coba komprehensif.