:strip_icc()/kly-media-production/medias/5418428/original/045146300_1763618090-Kamar_hotel_tempat_ditemukannya_jenazah_Dosen_Untag_Semarang__3_.png)
Dwinanda Linchia Levi (35), seorang dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang, ditemukan meninggal dunia tanpa busana di kamar nomor 210 sebuah kostel di Jalan Telaga Bodas Raya, Gajahmungkur, Semarang, pada Senin, 17 November 2025. Kasus kematian dosen Untag Semarang ini menyeret nama AKBP Basuki (56), Kasubdit Dalmas Direktorat Samapta Polda Jateng, yang diketahui berada di lokasi saat jenazah korban ditemukan dan menjadi pihak yang melaporkan insiden tersebut.
Hubungan asmara antara Dwinanda Linchia Levi dan AKBP Basuki telah lama terjalin, bahkan keduanya diduga telah tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan yang sah sejak tahun 2020. AKBP Basuki sendiri diketahui masih berstatus sebagai suami sah dan dikabarkan pisah ranjang dengan istrinya.
Sejumlah rekan sesama dosen di Untag Semarang, termasuk Kastubi yang juga merupakan dosen senior dan kuasa hukum keluarga korban, mengaku sempat mengingatkan Dwinanda Linchia Levi untuk berhati-hati dalam menjalin hubungan dengan seorang anggota polisi. Kastubi bahkan sempat melihat AKBP Basuki menjemput Levi di kampus pada tahun 2024 dan awal 2025 setelah acara fakultas di Yogyakarta dan Bali. Peringatan terakhir disampaikan Kastubi kepada Levi pada Jumat, 14 November 2025, tiga hari sebelum kematiannya, di kantin kampus. Kastubi secara spontan mengingatkan Levi agar berhati-hati lantaran banyak informasi yang menyebut oknum polisi kerap melakukan tindakan kekerasan terhadap orang terdekatnya karena sifat "sumbu pendek" atau emosional. Levi sendiri diketahui memiliki ketertarikan khusus atau mengidolakan anggota polisi, bahkan sebelum dengan AKBP Basuki, ia juga pernah berpacaran dengan polisi lain.
Hasil autopsi lisan awal menyatakan bahwa Dwinanda Linchia Levi meninggal dunia karena pecah jantung akibat "aktivitas berlebihan," yang kemungkinan diperparah oleh riwayat tekanan darah tinggi dan kadar gula darah tinggi yang dideritanya. Namun, pihak keluarga dan kuasa hukum masih meragukan kronologi lengkap kejadian dan menuntut transparansi dalam pengusutan kasus ini. Mereka mempertanyakan kemungkinan adanya faktor lain yang belum terungkap, termasuk keberadaan bercak darah di hidung, mulut, dan area intim korban, serta mendesak agar ponsel, laptop, dan rekaman CCTV di lokasi kejadian diuji secara forensik. Keluarga juga ingin mengetahui apakah intimidasi yang menyebabkan tekanan darah tinggi dapat mengakibatkan kematian.
Menanggapi kasus ini, Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Jateng telah menjatuhkan sanksi penempatan khusus (patsus) kepada AKBP Basuki selama 20 hari, mulai 19 November hingga 8 Desember 2025. Sanksi ini diberikan karena AKBP Basuki dinilai melanggar Kode Etik Profesi Polri terkait tindakan kesusilaan dan perilaku di masyarakat, yakni tinggal satu atap dengan wanita tanpa ikatan perkawinan yang sah. Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, membenarkan adanya hubungan asmara antara AKBP Basuki dan korban yang telah berlangsung bertahun-tahun. Sementara itu, Polda Jawa Tengah juga terus melakukan penyelidikan untuk mendalami kemungkinan adanya unsur tindak pidana dalam kematian dosen muda tersebut.
Fakultas Hukum Untag Semarang telah membentuk Tim Advokasi Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum untuk mengawal penuh penanganan kasus ini, mendesak kepolisian untuk melakukan autopsi luar-dalam serta pemeriksaan forensik digital secara objektif dan transparan. Pihak kampus berharap proses hukum dapat mengungkap fakta sebenarnya di balik meninggalnya Dwinanda Linchia Levi.