:strip_icc()/kly-media-production/medias/5257855/original/085302700_1750324153-1746491778.jpeg)
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi secara tegas menyatakan pelarangan investasi yang berpotensi merusak lingkungan masuk ke wilayahnya. Dedi Mulyadi menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan bersikap sangat selektif dalam menjaring investor, terutama bagi industri-industri yang memiliki risiko tinggi terhadap kelestarian alam. Pernyataan ini disampaikan Dedi Mulyadi dalam berbagai kesempatan, termasuk saat West Java Investment Summit 2025 yang digelar di Bandung pada 14 November 2025.
Menurut Dedi Mulyadi, investasi harus berjalan seiring dengan upaya pelestarian alam dan tidak boleh mengorbankan lingkungan hidup. Ia mengkritisi investasi yang justru menyebabkan pencemaran serius, seperti yang terjadi pada Sungai Citarum, dengan mempertanyakan nilai dari investasi semacam itu. Dedi Mulyadi meyakini bahwa lingkungan yang terpelihara justru akan menjadi daya tarik bagi investor berkualitas, sedangkan lingkungan yang rusak dan rawan bencana akan membuat investor enggan menanamkan modal.
Sebagai bentuk komitmen, Dedi Mulyadi telah menginstruksikan Dinas Lingkungan Hidup untuk tidak menerbitkan izin lingkungan bagi industri yang berisiko tinggi mencemari atau merusak ekosistem. Ia juga mendorong agar investasi yang masuk ke Jawa Barat mengutamakan sektor industri yang memberi manfaat nyata bagi masyarakat lokal dan tidak lagi memperpanjang izin pertambangan yang berdampak pada kerusakan alam. Dedi Mulyadi menekankan bahwa biaya pemulihan bencana akibat kerusakan lingkungan jauh lebih mahal dibandingkan pendapatan dari kegiatan yang merusak alam, yang hanya dinikmati oleh segelintir orang.
Realisasi investasi di Jawa Barat saat ini berada pada tingkat yang tinggi dan berpotensi terus meningkat, didorong oleh kemudahan komunikasi dan kepercayaan investor kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Untuk tahun 2025, Jawa Barat menargetkan realisasi investasi sebesar Rp 271 triliun, dengan triwulan I tahun 2025 telah mencapai Rp 68,5 triliun. Meskipun demikian, Dedi Mulyadi tetap menegaskan pentingnya kualitas investasi yang tidak hanya mengejar nominal, tetapi juga berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Komitmen Dedi Mulyadi terhadap lingkungan telah terlihat dalam berbagai kebijakan pro-lingkungan, termasuk penanaman pohon massal, revitalisasi sungai, penghijauan kota, pemberdayaan masyarakat desa dalam pertanian organik, serta penegakan aturan lingkungan terhadap perusahaan yang merusak alam. Ia juga menunjukkan kepedulian pribadi dengan membiayai pengembangan bahan bakar ramah lingkungan bernama Bobibos, yang berbahan dasar jerami, untuk mengurangi limbah dan menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat desa.