:strip_icc()/kly-media-production/medias/5412525/original/073158200_1763094384-1.jpg)
Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengonfirmasi bahwa lokasi longsor di Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, termasuk dalam zona prakiraan terjadinya gerakan tanah menengah. Longsor yang terjadi pada Kamis malam, 13 November 2025, sekitar pukul 20.00 WIB, ini menyebabkan kerusakan parah dan jatuhnya korban jiwa di wilayah tersebut.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menjelaskan bahwa di zona gerakan tanah menengah, pergerakan tanah dapat terjadi, terutama di daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan, atau jika lereng mengalami gangguan. Wafid menambahkan bahwa gerakan tanah lama berpotensi aktif kembali akibat curah hujan yang tinggi dan erosi kuat. Faktor penyebab longsor diperkirakan karena kemiringan lereng tebing yang curam, kondisi tanah pelapukan yang mudah runtuh, gembur, jenuh, serta batuan dasar yang terkekarkan kuat dan dipengaruhi struktur geologi. Curah hujan yang tinggi dengan durasi lama menjadi pemicu utama kejadian ini.
Longsoran ini menghantam Dusun Cibeunying, Cibaduyut, dan Tarakan, atau juga disebut Dusun Tarukahan dan Cibuyut, di Desa Cibeunying. Bencana ini berawal dari hujan deras yang mengguyur wilayah tersebut dalam waktu cukup lama, memicu tanah longsor yang menimpa rumah-rumah warga.
Data terbaru hingga Sabtu, 15 November 2025, menunjukkan bahwa tim SAR gabungan masih melakukan pencarian terhadap 20 warga yang dinyatakan hilang. Sebelumnya, pada Jumat (14/11) pukul 03.00 WIB, tim telah mengevakuasi 23 orang selamat, 3 orang luka ringan, dan 2 orang meninggal dunia. Korban meninggal dunia teridentifikasi antara lain Julia Lestari (20), Maya Dwi Lestari (15), dan Yuni (45) dari Dusun Tarukahan. Secara keseluruhan, 46 orang terdampak bencana ini.
Kerugian material tercatat meliputi 12 unit rumah rusak dan 16 unit rumah terancam. Beberapa sumber juga menyebutkan 8 rumah roboh, 1 rumah rusak sedang, dan 16 rumah terancam, dengan luas area terdampak mencapai 6,5 hektare atau sekitar 32.000 meter persegi dengan luncuran material memanjang hingga 540 meter.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap dan tim pencarian dan pertolongan (SAR) gabungan segera turun ke lokasi untuk melakukan evakuasi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga memberangkatkan tim reaksi cepat ke lokasi terdampak untuk membantu tim lapangan. Satu unit alat berat telah dikerahkan, dan pada hari ketiga operasi pencarian, sembilan anjing pelacak dari Kantor SAR Cilacap dan Polda Jateng juga diterjunkan untuk membantu mempercepat proses pencarian di titik-titik sulit. Operasi SAR dilakukan di lima lokasi pencarian berbeda.
Wafid mengimbau masyarakat di sekitar daerah terdampak bencana untuk segera mengungsi ke lokasi yang lebih aman, mengingat masih adanya potensi longsoran susulan. Ia juga menyarankan tim pencarian dan evakuasi agar memperhatikan cuaca dan tidak melakukan penanganan longsoran serta pencarian korban saat dan setelah hujan deras, karena daerah ini masih berpotensi terjadi gerakan tanah susulan yang dapat membahayakan petugas. Pemasangan rambu rawan bencana longsor di sekitar lokasi juga direkomendasikan.
Menurut prakiraan cuaca, hujan dengan intensitas ringan hingga sedang berpotensi terjadi hampir merata di wilayah Kecamatan Majenang, Cilacap, hingga Minggu, 16 November 2025. Kepala BNPB Suharyanto menyatakan bahwa relokasi segera akan dilakukan untuk 28 keluarga yang menempati rumah di kawasan rawan longsor setelah operasi penanganan darurat selesai sepenuhnya, mengingat kondisi kontur wilayah yang masih labil. Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Cilacap, Budi Setyawan, menyebut bahwa longsor dipicu oleh hujan deras, dan Kades Cibeunying, Syamsul, mengungkapkan adanya tanda-tanda retakan jalan sebelum longsor besar terjadi, meskipun kajian geologi sebelumnya tertunda. Ahli geologi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Yogi Adi Prasetya, juga menyebut longsor Cibeunying sebagai longsoran kompleks dengan potensi pergerakan susulan yang tinggi selama musim hujan.